Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuat peraturan baru mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.
Tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2021. Peraturan ini diundangkan pada 29 Januari 2021 dan berlaku sejak 1 Februari 2021. PMK tersebut mencabut peraturan sebelumnya, yakni PMK No 85/2012, PMK No 136/2012, dan PMK No 37/2015.
“Kegiatan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah oleh pemungut, penyetor, dan pelapor pajak perlu mendapat kepastian hukum,” isi PMK No 8/2021.
Bahwa kegiatan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh pemungut, penyetor, dan pelapor pajak, perlu mendapat kepastian hukum, untuk memberikan kemudahan bagi Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
KETENTUAN
PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN.
Rekanan merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN.Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pemungut PPN kepada pemungut PPN lainnya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
Pemungut PPN meliputi:
- BUMN
- BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah tanggal 1 April 2015, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya dan
- Perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.
Perusahaan tertentu merupakan perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% (dua puluh lima persen). Perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Dalam hal perusahaan tidak lagi dimiliki secara langsung oleh BUMN, perusahaan dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Baca juga Revaluasi Aset Tetap Terhadap Aturan Pajaknya
Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal atas penyerahan BKP, selain terutang PPN juga terutang PPnBM, jumlah PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal:
- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
- Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
- Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
- Pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi
- Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan dan/atau
- Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud diatas pada nomor 1, 2, 3, 4, dan 5, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN.
BACA JUGA TANDA TANGAN ELEKTRONIK SESUAI DENGAN PMK 63 TAHUN 2021
Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
- Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
- Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP atau
- Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat:
- enyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
- Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP atau
- Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pemungut PPN wajib menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan:
- Nomor Pokok Wajib Pajak, nama, dan alamat rekanan pada kolom Nomor Pokok Wajib Pajak, kolom nama, dan kolom alamat dan
- Kode dan nomor seri Faktur Pajak pada kolom uraian.
Pemungut PPN harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak kepada rekanan.
Pemungut PPN wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
Daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dibuat menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian dari Peraturan Menteri ini.
Info lebih lanjut mengenai Jasa WINS Consultant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar